Hari ini aku masih tetap sama
Terpaku dalam rasa yang sama
Tersedu dalam isak yang sama
Meratapi perasaan yang tak kunjung datang
Terpaku dalam rasa yang sama
Tersedu dalam isak yang sama
Meratapi perasaan yang tak kunjung datang
Mengadakan acara untuk pertama kali tidaklah mudah. Banyak pro dan kontra yang muncul. Tapi alhamdulillah kekompakan sekolah, bukan hanya panitia menghadapi, mempersiapkan kegiatan ini juga akhirnya membuahkan hasil maksimal.
Maka berangkatlah rombongan pada tanggal 7--10 Januari 2011 lalu.
Kota Yogya memang LUAR BIASA. Sebagai 'orang sejarah', saya mengagumi
peninggalan-peninggalan sejarah yang tersebar di kota ini. Bukan hanya di pusat
kota, tapi juga di kota-kota sekitarnya.
Kunjungan studi wisata ke museum Sangiran, Keraton Solo, Candi Borobudur
rasanya masih kurang buat saya. Sayang, keterbatasan waktu yang membuat tidak
mungkin menjelajahi semua peninggalan sejarah yang ada. Ingin rasanya sekali
waktu berkunjung ke Yogya kembali dan bebas menjelajahi tempat-tempat itu.
Coba saya tengok, di dalam kota Yogya saja sudah ada beberapa museum, monumen
sejarah yang tidak sempat saya kunjungi. Belum di sekitar Yogyakarta....
Heeeemmm.... Maybe someday, bisa kembali ke Kota Yogya tercinta itu ....
Menjadi guru sejarah sebenarnya merupakan cita-cita sejak
duduk di bangku SMA dulu. Biarpun sempet nyasar masuk ke UI, tapi toh akhirnya
saya juga bisa menjadi apa yang saya inginkan itu. Saya menikmati setiap detik
peran guru sejarah yang saya jalani. Apalagi jika melihat anak-anak yang
antusias belajar. Biarpun ada juga yang terkantuk-kantu (heeemmmm....)
Saya ingat, setahun yang lalu, atau munkin sebelumnya dan sampai sekarang
pun masih terpikirkan.... betapa enaknya kalo bisa belajar sejarah secara
outdoor. Meninjau langsung lokasi-lokasi bersejarah. Pasti akan lebih menarik
ketimbang berada di dalam kelas. Sayangnya, terkadang tidak mudah melaksanakan
apa yang sudah kita pikirkan, rencanakan itu.
Suatu hari, saya dapat kesempatan membawa anak-anak berkunjung ke Museum Peta
di jalan Jend. Soedirman Bogor. Ha ha ha, jujur aja, saya sendiri belum pernah
masuk ke museum ini. Pastinya ini tawaran yang tidak mungkin saya tolak.
Jadilah hari itu saya berangkat dengan perwakilan siswa siswi menghadiri sebuah
acara di Museum Peta.
Heemm, Museum Peta sudah menjadi perhatian saya sejak lama. Saya ingat ketika
akan memilih judul skripsi dulu. Sempet terlintas untuk membuat tentang Peta di
Kota Bogor, termasuk markasnya yang sekarang sudah menjadi museum ini.
Sayangnya sudah ada yang mendahului.
Kembali ke perjalanan menuju Museum Peta bersama anak-anak. Lucunya, sejak
berangkat kita belum jelas acara apa yang mau kita hadiri. Sampai di lokasi
sekitar pukul 10.00 pagi, sudah ramai dengan siswa siswi sekolah lain dan para tamu
undangan. Anak-anak sempet kelelahan karena acara molor sampai berapa lama. Dan
akhirnya kami tau juga acara apakah ini.... Yup, acara peringatan hari
pahlawan.
Sambil mengikuti acara, saya sempat melihat-lihat kondisi museum. Heemm,
lokasinya sangat nyaman. Saya masih bisa merasakan 'bau' masa lampau di
bangunannya. Sayangnya, isi museum masih standar saja. Selain foto dan replika
persenjataan atau patung.
Saya jadi berandai-andai, coba saya museum ini dibuat lebih menarik, pasti
nyaman belajar sejarah di lokasi ini.....
Tapi semuanya memang cuma perandaian saja....
Hanya sekali itu saja saya membawa anak-anak ke Museum Peta. Melihat-lihat
koleksi yang ada. Mengikuti diskusi tentang sejarah, hingga kuis, game.
Berawal dari keseharian di sekolah yang merasa monoton, jenuh dengan metode
pembelajaran yang itu itu saja. Muncul keinginan untuk membuat suatu perubahan
dalam belajar sejarah di sekolah. Persoalannya ternyata tidak semudah itu.
Bukan hanya input yg dianggap kurang mampu (oleh orang) tapi juga sarana dan
prasarana yang serba terbatas.
Suatu ketika muncul ide untuk belajar sejarah dengan metode sosiodrama. Kalo
biasanya hanya sekadar ceramah, diskusi, pengen mencoba yang satu ini. Soo,
mulainya surfing internet untuk mencari segala info tentang sosiodrama itu.
Sempet ragu, bahkan nyaris batal karena keterbatasan itu.Tapi anak-anak dengan
semangat justru menginginkan sosiodrama coba digunakan. Waktu 2 minggu ternyata
cukup memberikan hasil memuaskan buat saya.
Takjub melihat persiapan anak-anak. Bahkan penampilan mereka yang menurut saya
LUAR BIASA. Walaupun terpaksa tampil di ruang perpustakaan.....
Ini tahun kedua saya akan menggunakan metode sosiodrama itu. Mestinya bisa
lebih matang. Sampai muncul pertanyaan seorang teman "kenapa sejarah ada
sosiodrama? Kan gx ada penilaian psikomotorik?". Seorang lagi sambil
mesem2 juga berkata yang senada... "sejarah ada drama..."
Apa yang salah dengan sosiodrama sejarah? Saya tidak melakukan penilaian
psikomotorik kepada anak. Dan sosiodrama juga bukan teknik penilaian melainkan
salah satu metode pengajaran seorang guru pada anaknya. Dalam aplikasinya, kemampuan si anak memahami materi sejarah akan tercermin
ketika ia menerjemahkan materi dan mengembangkannya dalam naskah drama. Bahkan,
secara tidak langsung... anak pun akan menghapal materi melalui dialog-dialog
yang tercipta dalam sosiodrama itu. Bagi mereka yang menyaksikan juga lebih
mudah memahami materi ketika melihat temannya memainkannya dalam sosiodrama
itu..... Ini adalah satu bentuk metode pengajaran sejarah yang inovatif menurut
saya.
Tapi kenapa justru mereka tidak mengerti?
Yaaa sudahlah, bukankah setiap orang berhak mempunyai pendapatnya
masing-masing????
Salam Guru Penggerak! Tak terasa modul 3.3 dari Program Pendidikan Guru Penggerak sudah hampir selesai dipelajari. Tersisa dua penugasan la...