Rabu, 14 Juli 2021

Menetes Senja


 Hari ini aku masih tetap sama

Terpaku dalam rasa yang sama

Tersedu dalam isak yang sama

Meratapi perasaan yang tak kunjung datang

STUDI WISATA YOGYAKARTA.... FIRST TIME....







Alhamdulillah.... akhirnya berangkat juga rombongan siswa siswi SMAN 10 Kota Bogor kelas XI ke Yogyakarta. Ini adalah kali pertama sekolah mengadakan studi wisata dengan jarak yang cukup jauh. Persiapannya pun sudah dimulai sejak anak-anak di kelas X. Mereka menabung untuk meringankan biaya yang harus dikeluarkan.

Mengadakan acara untuk pertama kali tidaklah mudah. Banyak pro dan kontra yang muncul. Tapi alhamdulillah kekompakan sekolah, bukan hanya panitia menghadapi, mempersiapkan kegiatan ini juga akhirnya membuahkan hasil maksimal.

Maka berangkatlah rombongan pada tanggal 7--10 Januari 2011 lalu.

Kota Yogya memang LUAR BIASA. Sebagai 'orang sejarah', saya mengagumi peninggalan-peninggalan sejarah yang tersebar di kota ini. Bukan hanya di pusat kota, tapi juga di kota-kota sekitarnya.

Kunjungan studi wisata ke museum Sangiran, Keraton Solo, Candi Borobudur rasanya masih kurang buat saya. Sayang, keterbatasan waktu yang membuat tidak mungkin menjelajahi semua peninggalan sejarah yang ada. Ingin rasanya sekali waktu berkunjung ke Yogya kembali dan bebas menjelajahi tempat-tempat itu.

Coba saya tengok, di dalam kota Yogya saja sudah ada beberapa museum, monumen sejarah yang tidak sempat saya kunjungi. Belum di sekitar Yogyakarta....

Heeeemmm.... Maybe someday, bisa kembali ke Kota Yogya tercinta itu ....

 

BELAJAR DI MUSEUM? BISA DONG!

 

Menjadi guru sejarah sebenarnya merupakan cita-cita sejak duduk di bangku SMA dulu. Biarpun sempet nyasar masuk ke UI, tapi toh akhirnya saya juga bisa menjadi apa yang saya inginkan itu. Saya menikmati setiap detik peran guru sejarah yang saya jalani. Apalagi jika melihat anak-anak yang antusias belajar. Biarpun ada juga yang terkantuk-kantu (heeemmmm....)


 Saya ingat, setahun yang lalu, atau munkin sebelumnya dan sampai sekarang pun masih terpikirkan.... betapa enaknya kalo bisa belajar sejarah secara outdoor. Meninjau langsung lokasi-lokasi bersejarah. Pasti akan lebih menarik ketimbang berada di dalam kelas. Sayangnya, terkadang tidak mudah melaksanakan apa yang sudah kita pikirkan, rencanakan itu.

Suatu hari, saya dapat kesempatan membawa anak-anak berkunjung ke Museum Peta di jalan Jend. Soedirman Bogor. Ha ha ha, jujur aja, saya sendiri belum pernah masuk ke museum ini. Pastinya ini tawaran yang tidak mungkin saya tolak. Jadilah hari itu saya berangkat dengan perwakilan siswa siswi menghadiri sebuah acara di Museum Peta.

Heemm, Museum Peta sudah menjadi perhatian saya sejak lama. Saya ingat ketika akan memilih judul skripsi dulu. Sempet terlintas untuk membuat tentang Peta di Kota Bogor, termasuk markasnya yang sekarang sudah menjadi museum ini. Sayangnya sudah ada yang mendahului.

Kembali ke perjalanan menuju Museum Peta bersama anak-anak. Lucunya, sejak berangkat kita belum jelas acara apa yang mau kita hadiri. Sampai di lokasi sekitar pukul 10.00 pagi, sudah ramai dengan siswa siswi sekolah lain dan para tamu undangan. Anak-anak sempet kelelahan karena acara molor sampai berapa lama. Dan akhirnya kami tau juga acara apakah ini.... Yup, acara peringatan hari pahlawan.

Sambil mengikuti acara, saya sempat melihat-lihat kondisi museum. Heemm, lokasinya sangat nyaman. Saya masih bisa merasakan 'bau' masa lampau di bangunannya. Sayangnya, isi museum masih standar saja. Selain foto dan replika persenjataan atau patung.

Saya jadi berandai-andai, coba saya museum ini dibuat lebih menarik, pasti nyaman belajar sejarah di lokasi ini.....

Tapi semuanya memang cuma perandaian saja....

Hanya sekali itu saja saya membawa anak-anak ke Museum Peta. Melihat-lihat koleksi yang ada. Mengikuti diskusi tentang sejarah, hingga kuis, game.

Mimpi itu pun datang lagi. Seandainya saja saya bisa membawa anak-anak keluar kelas untuk belajar sejarah pasti lebih menarik....











SOSIODRAMA? WHY NOT?














Punya segudang rencana tapi sulit melaksanakannya kadang jadi nyesek. Banyaknya tantangan juga kadang bikin hopeles.... Tapi kalo inget anak-anak, yuppp perasaan kalo harus BISA itu muncul lagi

Berawal dari keseharian di sekolah yang merasa monoton, jenuh dengan metode pembelajaran yang itu itu saja. Muncul keinginan untuk membuat suatu perubahan dalam belajar sejarah di sekolah. Persoalannya ternyata tidak semudah itu. Bukan hanya input yg dianggap kurang mampu (oleh orang) tapi juga sarana dan prasarana yang serba terbatas.

Suatu ketika muncul ide untuk belajar sejarah dengan metode sosiodrama. Kalo biasanya hanya sekadar ceramah, diskusi, pengen mencoba yang satu ini. Soo, mulainya surfing internet untuk mencari segala info tentang sosiodrama itu.

Sempet ragu, bahkan nyaris batal karena keterbatasan itu.Tapi anak-anak dengan semangat justru menginginkan sosiodrama coba digunakan. Waktu 2 minggu ternyata cukup memberikan hasil memuaskan buat saya.

Takjub melihat persiapan anak-anak. Bahkan penampilan mereka yang menurut saya LUAR BIASA. Walaupun terpaksa tampil di ruang perpustakaan.....

Ini tahun kedua saya akan menggunakan metode sosiodrama itu. Mestinya bisa lebih matang. Sampai muncul pertanyaan seorang teman "kenapa sejarah ada sosiodrama? Kan gx ada penilaian psikomotorik?". Seorang lagi sambil mesem2 juga berkata yang senada... "sejarah ada drama..."

Apa yang salah dengan sosiodrama sejarah? Saya tidak melakukan penilaian psikomotorik kepada anak. Dan sosiodrama juga bukan teknik penilaian melainkan salah satu metode pengajaran seorang guru pada anaknya. Dalam aplikasinya, kemampuan si anak memahami materi sejarah akan tercermin ketika ia menerjemahkan materi dan mengembangkannya dalam naskah drama. Bahkan, secara tidak langsung... anak pun akan menghapal materi melalui dialog-dialog yang tercipta dalam sosiodrama itu. Bagi mereka yang menyaksikan juga lebih mudah memahami materi ketika melihat temannya memainkannya dalam sosiodrama itu..... Ini adalah satu bentuk metode pengajaran sejarah yang inovatif menurut saya.

Tapi kenapa justru mereka tidak mengerti?

Yaaa sudahlah, bukankah setiap orang berhak mempunyai pendapatnya masing-masing????

SaKaSaKu (Satu Kelas Satu Buku), Aksi Nyata Meningkatkan Budaya Literasi Siswa dengan Merdeka Belajar

 Salam Guru Penggerak! Tak terasa modul 3.3 dari Program Pendidikan Guru Penggerak sudah hampir selesai dipelajari. Tersisa dua penugasan la...