Sabtu, 15 Januari 2022

1.4.a.10.1 AKSI NYATA SHARING SESSION BUDAYA POSITIF - HESTI DWI RACHMAWATI - CGP ANGKATAN 4 KOTA BOGOR

Tidak terasa, 3 bulan sudah diklat Calon Guru Penggerak Angkatan 4 berjalan. Selama ini, saya belajar banyak tentang filosofi Ki Hajar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, Visi Murid, dan Budaya Positif. Setiap akhir materi, kami akan diberikan tugas untuk melakukan Aksi Nyata di sekolah kami. Menerapkan apa yang kami dapat dari pembelajaran dalam kehidupan nyata kami sebagai seorang guru di sekolah. 

Dalam Aksi Nyata 1.4.a.10.1 yang merupakan bagian akhir dari modul 1.4, kami diberikan tugas untuk mengadakan webinar sederhana kepada rekan guru. Sharing session tentang materi yang sudah kami peroleh dan berbagi pengalaman. Ini menjadi tantangan bagi saya untuk mulai berbagi dengan rekan guru karena masih banyak juga yang belum paham tentang Program Guru Penggerak. Keraguan terhadap kesuksesan program ini dan mempertanyakan kebermanfaatannya. Oleh karena itu, saya memerlukan waktu juga menyusun rencana webinar ini. Mulai dari mempersiapkan materi, waktu, hingga menentukan peserta. Awalnya saya ingin mencoba menjadi satu kegiatan sekolah, namun mengingat situasi dan kondisi yang belum memungkinkan maka saya mulai memilah rekan-rekan guru yang sudah mulai tertarik dan bertanya-tanya tentang program Guru Penggerak ini. Beberapa guru muda saya ajak untuk turut serta karena mereka masih punya banyak kesempatan untuk belajar dan semangat kreativitas tinggi.

Aksi Nyata Budaya Positif saya rencanakan pada akhir pekan, Sabtu, 15 Januari 2022 lalu. Saya tidak hanya mengundang beberapa rekan guru dari sekolah sendiri saja, tetapi juga ada beberapa rekan guru sekolah lain yang saya undang. Mengapa? Karena menurut saya, sharing pengalaman budaya positif ini akan menjadi lebih menarik jika lintas sekolah. Kita bisa belajar dari rekan sekolah lain tentang budaya positif yang sudah dijalankan di sekolahnya. Tampil sebagai CGP untuk memaparkan materi budaya positif ternyata membuat saya deg-degan juga. Ada kekhawatiran saya sebagai CGP tidak dapat tampil maksimal, jelek, sehingga Program Guru Penggerak nanti akan jelek juga dipandang orang jika CGP nya saja seperti ini penampilannya. Saya merasa memiliki tanggung jawab sebagai CGP yang akan menjadi 'duta' Program Guru Penggerak dan tidak boleh mengecewakan fasilitator, Pengajar Praktik, dan Instruktur yang sudah membimbing kami selama 3 bulan awal ini. 

Hari Sabtu, 15 Januari 2022, pukul 09.00 pagi pun tiba. Saya sengaja datang ke sekolah untuk menemani host webinar Pak Furqon, seorang guru muda berpotensi yang memang sengaja saya ajak dan dorong untuk mencoba Program Guru Penggerak nantinya. Materi webinar dan run down acara sudah saya persiapkan, bahkan saya mencoba menyisipkan games dan spoiler LMS Guru Penggerak untuk menunjukkan apa saja yang kami pelajari agar pandangan bahwa ikut Program Guru Penggerak itu susah, cape, banyak tugas dapat berubah. Diklat Calon Guru Penggerak tidaklah seseram itu. Dengan kolaborasi bersama rekan CGP, PP, Fasilitator, dan Instruktur, kita akan dapat melewatinya.

Kegiatan webinar Budaya Positif di Sekolah diawali dengan pembukaan oleh Host, Pak Furqon, S.Pd. Beliau memimpin pembacaan doa dan mendengarkan lagu Indonesia Raya serta Mars Guru Penggerak. Menarik sekali, karena host dan moderator sama-sama tertarik dengan lirik lagu Mars Guru Penggerak tentang tergerak bergerak dan berbagi untuk Indonesia. Selanjutnya, host menyerahkan acara kepada moderator, Pak Saefuddin, S.Pd yang akan memandu jalannya sharing session ini. Setelah melakukan prolog, Pak Saefuddin, S.Pd pun mempersilakan saya untuk memaparkan materi Budaya Positif ini.


Saya memulai paparan materi dengan menjelaskan sistematika materi yang akan disampaikan. Ada 5 materi utama, mulai dari Teori Kontrol, Keyakinan Kelas, Motivasi dan Kebutuhan, Posisi Kontrol, hingga Segitiga Restitusi. Selama paparan, juga diberikan contoh-contoh dari setiap point yang disampaikan berdasarkan pengalaman kita sebagai guru. Setelah paparan materi, peserta dipersilakan untuk bertanya dan berbagi pengalaman.


Luar biasa, beberapa pertanyaan dan pengalaman menarik muncul dari rekan-rekan guru. Sebagai contoh, Ibu Yuli Rusniati, SE bertanya tentang waktu yang diperlukan ketika kita sudah mencoba restitusi tetapi si anak masih tetap mengulang kembali kesalahannya atau hanya sesaat berubahnya. Ada juga sharing pengalaman Ibu Ade Nurcahya Hamzah, S.Pd yang menceritakan pengalamannya selama PJJ menangani hingga 27 siswa bermasalah yang menyebabkan dirinya dipertanyakan oleh pihak sekolah mengenai penanganannya. Juga pengalaman Ibu Yunita, S.Pd tentang perilaku guru yang menghakimi anak lewat kata-kata kasar beramai-ramai ketika perwaliannya kedapatan melakukan kesalahan. Ibu Evi Sukenti, M.Pd pun turut menambahkan berbagi pengalaman di sekolahnya tentang budaya positif seperti mengedukasi orangtua dengan rutin mengadakan pertemuan virtual dengan orangtua perwalian kelas, tidak perlu menunggu sekolah melakukannya. Dengan demikian, ada kolaborasi yang terjalin dengan orangtua dalam menangani anak didik kita.


Setelah sesi webinar Budaya Positif yang berlangsung menarik dan interaktif, moderator Pak Saefuddin, S.Pd mengingatkan saya untuk lanjut ke sesi berikutnya tentang diklat CGP yang sedang saya ikuti ini. Kebetulan memang beberapa rekan guru suka bertanya seperti apa dan sebanyak apa tugas-tugasnya. Oleh karena itu, saya tidak lagi membahas tentang Program Guru Penggeraknya sendiri, tetapi saya mencoba menampilkan langsung LMS sehingga mereka bisa melihat materi, tugas yang kami peroleh. Saya ingin rekan-rekan guru menghapus kekhawatiran akan banyaknya tugas yang harus dikerjakan sehingga merepotkan. Saya dan Ibu Evi Sukenti, M.Pd juga berbagi tentang proses seleksi awal yang kami ikuti sehingga rekan-rekan guru dapat mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi CGP di angkatan berikutnya.




Di akhir kegiatan webinar, saya dibantu host dan moderator mengadakan games sebagai ucapan terima kasih kepada rekan-rekan guru yang sudah mendukung saya selama diklat hingga webinar kali ini. Dengan menggunakan aplikasi wheelofname, roda putar, kami memilih 5 peserta yang beruntung mendapatkan saldo OVO/GOPAY. Seru sekali, host dan moderator patut diacungi jempol karena mampu membawa suasana webinar menarik dan tidak kaku.


Setelah games berakhir, moderator meminta saya untuk memberikan closing statement. Di sini, saya kembali menekankan bahwa untuk menciptakan budaya positif, disiplin positif kita tidak bisa bekerja sendiri. Namun, kita perlu berkolaborasi dengan orangtua dan pihak sekolah lainnya. Kita juga harus memiliki pandangan yang sama dalam menangani anak dan penerapan restitusi terus dilakukan dengan komitmen, konsisten, dan kontinu. Moderator Pak Saefuddin, S.Pd juga menambahkan harapannya agar ilmu yang diperoleh pada hari ini dapat bermanfaat dan dipraktikkan langsung di sekolah.Terakhir, host menutup kegiatan dengan sesi foto bersama. 


Satu kata ingin saya ucapkan tentang webinar ini adalah .... LUAR BIASA. Guru-guru hebat yang penuh kesabaran dan semangat untuk terus belajar dan berbagi. Mereka yang bergerak mencerdaskan anak bangsa tanpa kenal lelah. Semoga webinar Budaya Positif ini dapat memberikan kebermanfaatan untuk dapat menjadi guru yang lebih baik lagi.

Link presensi https://bit.ly/3PresensiBudayaPositif

Link materi https://www.emaze.com/@ALRRZCCFQ/budaya-positif-di-sekolah-dimulau-dari-diri-sendiri

Link youtube webinar sharing session Aksi Nyata Budaya Positif https://youtu.be/alGeWFd0vRU

Link youtube praktik Segitiga Restitusi https://youtu.be/hQI57J_irXo




MEMBUMIKAN PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA DALAM JIWA PENDIDIK DAN PENGAJAR

Bergabung dalam pendidikan Calon Guru Penggerak selama 9 bulan adalah hal yang luar biasa. Banyak keraguan yang muncul dalam diri, terlebih melihat banyaknya guru-guru hebat yang membuat diri insecure seketika. Apalah daya kalau saya ternyata cuma guru biasa yang beruntung mendapat kesempatan belajar dalam pendidikan Calon Guru Penggerak ini. Namun, yang terjadi sungguh luar biasa. Selain bertemu dengan guru-guru hebat yang begitu humble dengan kemampuannya, saya terlalu asyik menikmati rangkaian kata dalam modul tentang Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Luar biasa.... Satu kata yang dapat saya ucapkan. Terkadang saya berdialog sendiri dengan untaian kata dalam modul ini, ketika materi sedang dibaca. Aahh, ya.... begini seharusnya. Nah, ini yang kemaren terjadi. Loh, ini sama seperti yang saya alami, lakukan kemaren.... Dan entah berapa banyak lagi komentar dalam diri yang muncul saat membacanya. 




Saya menemukan hal-hal baru yang tidak baru dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan. Hal baru karena saya baru menyadari bahwa ini adalah pemikiran Ki Hajar Dewantara, bukan yang lain. Tidak baru karena saya merasa sudah ada yang pernah saya alami dan lakukan. Meskipun masih jauh dari sempurna saya mengaplikasikan pemikiran Ki Hajar Dewantara ini.

Ada beberapa pengetahuan yang semakin menguatkan pandangan saya tentang pendidikan. Pertama, semboyan Ki Hajar Dewantara yang menjadi kunci utama untuk berhadapan dengan siswa. Memberikan contoh yang baik, mendampinginya bukan hanya sebagai guru, tetapi juga sebagai teman. Kedua, menguatkan kembali pemahaman kata pendidik dan pengajar. Guru bukanlah sekadar pengajar di sekolah yang mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga seorang pendidik yang mampu bersikap layaknya petani yang akan menanam beragam bibit. Petani harus menjaga semua bibt ini agar dapat tumbuh berkembang dengan baik, seperti halnya siswa siswi tersebut. Ketiga, Kodrat alam dan kodrat zaman yang harus kita persiapkan diri sebaik-baiknya. Sebagai guru wajib memberikan bekal yang cukup sesuai perkembangan zaman dan kondisi alam setiap daerah. Keempat, Belajar sambil bermain. Ada beragam permainan tradisional yang memiliki makna mendalam, nilai-nilai karakter dan pengetahuan. Kelima, kemampuan mengendalikan diri dengan baik. Keempat point inilah yang selalu menjadi alasan untuk belajar lebih... lebih.... dan lebih baik lagi sebagai seorang guru. 

Berbagi pengalaman dengan rekan-rekan guru dari berbagai daerah pun luar biasa. Saya merasa tidak sendiri sebagai seorang guru yang baru belajar. Saya suka ketika sharing pengalaman mengajar dan mengatasi permasalahan dengan siswa karena boleh jadi apa yang mereka hadapi pernah atau akan saya hadapi juga.

Mendapat pengetahuan baru tidak akan berarti jika tidak dapat kita aplikasikan. Hanya akan tersimpan dalam otak, namun tak dapat bermanfaat untuk orang lain. Padahal, harapan Ki Hajar Dewantara untuk dapat menjadi manusia yang bermanfaat bukan? Lantas apa yang harus saya lakukan? Tidaklah mudah menjadi penggerak di suatu lingkungan ataupun komunitas. Perlu tekad yang kuat dan dukungan. Ini yang saya sadari betul. Namun, saya memiliki sifat yang entah menjadi satu kebaikan atau tidak bagi saya, yaitu keikhlasan. Ketika kita sudah berniat dan betul-betul menyukai apa yang kita lakukan maka keikhlasan itu akan menjadi dasar untuk bisa menggerakan. Seperti halnya ketika membentuk dan mencoba mengembangan komunitas literasi di sekolah saya. Awalnya hanya berbekal kesukaan terhadap dunia ini hingga berkembang dan terus berkembang bersama anak-anak.

Perjalanan komunitas literasi semoga menjadi awal bagi diri saya untuk mampu menerapkan pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara di sekolah. Keraguan dalam diri saya yang sering kali menjadi penghambat untuk saya berani mengambil langkah. Kekurangan rasa percaya diri, efikasi diri yang sering menjebak saya dalam kebuntuan ide untuk berbuat sesuatu. Diri saya menjadi penghambat bagi perkembangan kompetensi saya sendiri. Maka jika ada satu hal yang harus diubah agar lebih dapat menerapkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, maka jawabannya adalah rasa ragu, efikasi diri saya tersebut. Semoga dengan terus belajar selama 9 bulan ini, saya akan semakin mampu membebaskan diri dari mental block tersebut.

SaKaSaKu (Satu Kelas Satu Buku), Aksi Nyata Meningkatkan Budaya Literasi Siswa dengan Merdeka Belajar

 Salam Guru Penggerak! Tak terasa modul 3.3 dari Program Pendidikan Guru Penggerak sudah hampir selesai dipelajari. Tersisa dua penugasan la...