Sabtu, 15 Januari 2022

MEMBUMIKAN PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA DALAM JIWA PENDIDIK DAN PENGAJAR

Bergabung dalam pendidikan Calon Guru Penggerak selama 9 bulan adalah hal yang luar biasa. Banyak keraguan yang muncul dalam diri, terlebih melihat banyaknya guru-guru hebat yang membuat diri insecure seketika. Apalah daya kalau saya ternyata cuma guru biasa yang beruntung mendapat kesempatan belajar dalam pendidikan Calon Guru Penggerak ini. Namun, yang terjadi sungguh luar biasa. Selain bertemu dengan guru-guru hebat yang begitu humble dengan kemampuannya, saya terlalu asyik menikmati rangkaian kata dalam modul tentang Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Luar biasa.... Satu kata yang dapat saya ucapkan. Terkadang saya berdialog sendiri dengan untaian kata dalam modul ini, ketika materi sedang dibaca. Aahh, ya.... begini seharusnya. Nah, ini yang kemaren terjadi. Loh, ini sama seperti yang saya alami, lakukan kemaren.... Dan entah berapa banyak lagi komentar dalam diri yang muncul saat membacanya. 




Saya menemukan hal-hal baru yang tidak baru dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan. Hal baru karena saya baru menyadari bahwa ini adalah pemikiran Ki Hajar Dewantara, bukan yang lain. Tidak baru karena saya merasa sudah ada yang pernah saya alami dan lakukan. Meskipun masih jauh dari sempurna saya mengaplikasikan pemikiran Ki Hajar Dewantara ini.

Ada beberapa pengetahuan yang semakin menguatkan pandangan saya tentang pendidikan. Pertama, semboyan Ki Hajar Dewantara yang menjadi kunci utama untuk berhadapan dengan siswa. Memberikan contoh yang baik, mendampinginya bukan hanya sebagai guru, tetapi juga sebagai teman. Kedua, menguatkan kembali pemahaman kata pendidik dan pengajar. Guru bukanlah sekadar pengajar di sekolah yang mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga seorang pendidik yang mampu bersikap layaknya petani yang akan menanam beragam bibit. Petani harus menjaga semua bibt ini agar dapat tumbuh berkembang dengan baik, seperti halnya siswa siswi tersebut. Ketiga, Kodrat alam dan kodrat zaman yang harus kita persiapkan diri sebaik-baiknya. Sebagai guru wajib memberikan bekal yang cukup sesuai perkembangan zaman dan kondisi alam setiap daerah. Keempat, Belajar sambil bermain. Ada beragam permainan tradisional yang memiliki makna mendalam, nilai-nilai karakter dan pengetahuan. Kelima, kemampuan mengendalikan diri dengan baik. Keempat point inilah yang selalu menjadi alasan untuk belajar lebih... lebih.... dan lebih baik lagi sebagai seorang guru. 

Berbagi pengalaman dengan rekan-rekan guru dari berbagai daerah pun luar biasa. Saya merasa tidak sendiri sebagai seorang guru yang baru belajar. Saya suka ketika sharing pengalaman mengajar dan mengatasi permasalahan dengan siswa karena boleh jadi apa yang mereka hadapi pernah atau akan saya hadapi juga.

Mendapat pengetahuan baru tidak akan berarti jika tidak dapat kita aplikasikan. Hanya akan tersimpan dalam otak, namun tak dapat bermanfaat untuk orang lain. Padahal, harapan Ki Hajar Dewantara untuk dapat menjadi manusia yang bermanfaat bukan? Lantas apa yang harus saya lakukan? Tidaklah mudah menjadi penggerak di suatu lingkungan ataupun komunitas. Perlu tekad yang kuat dan dukungan. Ini yang saya sadari betul. Namun, saya memiliki sifat yang entah menjadi satu kebaikan atau tidak bagi saya, yaitu keikhlasan. Ketika kita sudah berniat dan betul-betul menyukai apa yang kita lakukan maka keikhlasan itu akan menjadi dasar untuk bisa menggerakan. Seperti halnya ketika membentuk dan mencoba mengembangan komunitas literasi di sekolah saya. Awalnya hanya berbekal kesukaan terhadap dunia ini hingga berkembang dan terus berkembang bersama anak-anak.

Perjalanan komunitas literasi semoga menjadi awal bagi diri saya untuk mampu menerapkan pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara di sekolah. Keraguan dalam diri saya yang sering kali menjadi penghambat untuk saya berani mengambil langkah. Kekurangan rasa percaya diri, efikasi diri yang sering menjebak saya dalam kebuntuan ide untuk berbuat sesuatu. Diri saya menjadi penghambat bagi perkembangan kompetensi saya sendiri. Maka jika ada satu hal yang harus diubah agar lebih dapat menerapkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, maka jawabannya adalah rasa ragu, efikasi diri saya tersebut. Semoga dengan terus belajar selama 9 bulan ini, saya akan semakin mampu membebaskan diri dari mental block tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SaKaSaKu (Satu Kelas Satu Buku), Aksi Nyata Meningkatkan Budaya Literasi Siswa dengan Merdeka Belajar

 Salam Guru Penggerak! Tak terasa modul 3.3 dari Program Pendidikan Guru Penggerak sudah hampir selesai dipelajari. Tersisa dua penugasan la...