Sejak awal, dalam tugas UTS saya berpendapat bahwa ilmu lah yang mendorong munculnya kebudayaan. Semakin tinggi ilmu maka akan semakin tinggi pula peradaban suatu bangsa. Di sisi lain, ilmu sebenarnya merupakan bagian dari kebudayaan juga. Ilmu merupakan pengembangan dari sistem pengetahuan yang merupakan salah satu unsur kebudayaan universal.
Manusia sebagai makhluk cerdas yang selalu berpikir dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi akhirnya menciptakan kebudayaannya. Dalam hal ini, kita mengenal adanya periodisasi yang dapat memperlihatkan perkembangan kebudayaan manusia tersebut.
1. Masa berburu dan meramu (Society 1.0)
2. Masa bercocok tanam tingkat awal (Society 2.0)
3. Masa bercocok tanam tingkat lanjut (Society 3.0)
4. Masa industri (Society 4.0)
5. Masa teknologi digital (5.0)
Namun demikian, dalam perkembangannya, pengetahuan, ilmu akan dipengaruhi pula oleh kebudayaan setempat. Misalkan saja, Jepang berhasil membangun rumah antigempa dengan ilmu arsitektur yang luar biasa. Mengapa di daerah lain tidak? Karena kondisi alam Jepang yang menuntut masyarakat Jepang menyesuaikan diri. Akhirnya, ilmu yang muncul pun menyesuaikan dengan kebudayaan setempat yang dipengaruhi lingkungannya.
Tahapan perkembangan seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan kebudayaan dan ilmu yang berkembang. Misalkan saja pada tahap berburu dan meramu, pengetahuan yang berkembang adalah tentang hewan dan berburu. Jenis hewan, kondisi hewan, hingga senjata berburu yang tepat.
Jika ilmu dan kebudayaan saling mempengaruhi maka kita tidak boleh melupakan etika keilmuan yang harus dimiliki seorang ilmuwan sebagai tokoh utama yang mengembangkan pengetahuan dan ilmu. Setiap manusia memiliki panutan nilai moral yang berbeda-beda. Dijelaskan dalam buku Filsafat Ilmu, Jujun S. Suriasumantri, terdapat dua golongan yang berbeda mengenai ontologi dan aksiologi sebuah ilmu. Golongan pertama yang menganggap manusia dapat mencari dan mengembangkan ilmu secara ontologi dan secara aksiologi pun bebas saja penggunaannya, baik untuk hal positif atau negatif. Sementara golongan kedua mempertimbangkan pencaharian ilmu secara ontologi dan aksiologi ilmu untuk hal-hal yang positif. Inilah yang menunjukkan bahwa manusia pun memiliki etika moral keilmuan yang berbeda.
Mengapa etika moral keilmuan menjadi penting dalam ilmu? Sejarah telah menunjukkan perkembangan ilmu berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Penemuan rumus energi oleh Einstein berhasil mengembangkan bom atom dan nuklir yang dipergunakan untuk mengakhiri Perang Dunia. Dalam hal ini, ilmu menunjukkan sifat universalnya. Einstein bukan memikirkan kemenangan Blok Sekutu melainkan nasib manusia di dunia jika perang tak kunjung selesai dan Jerman dibiarkan berkuasa. Korban yang jatuh akan jauh lebih besar. Hal yang sama juga dilakukan ketika Amerika Serikat memutuskan penggunaan bom atom untuk mengakhiri Perang Dunia 2. Bom atom yang dijatuhkan di dua kota, Hiroshima dan Nagasaki memang menelan banyak korban, tetapi pertimbangannya adalah korban yang jatuh akan lebih besar jika perang terus terjadi.
Pada periode Perang Dingin, perang teknologi sangat luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan dari kedua kubu seakan dipaksa untuk mengembangkan keilmuannya dan menemukan beragam teknologi baru yang lebih canggih, terutama di bidang persenjataan. Akan tetapi, mereka yang terlibat bukanlah tanpa ada rasa khawatir. Ini terbukti dengan keluarnya perjanjian SALT yang membatasi penggunaan senjata. Secara tidak langsung, hal itu menunjukkan masih ada rasa takut, rasa moral manusia yang muncul dan kekhawatiran akan jatuhnya banyak korban atau malah pecah perang dunia kembali.
Perkembangan ilmu telah membawa manusia pada tahap Society 5.0. Ketika teknologi digital berkembang pesat dan Manusia telah berhasil mengintegrasikan penggunaan teknologi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kunci utamanya adalah manusia tetap menjadi peran utama kemajuan suatu ilmu. Ilmu dikembangkan dan disesuaikan dengan kebudayaan manusia, teknologi dikembangkan untuk mempermudah manusia. Dengan demikian, manusialah yang mengatur teknologi dan penggunaannya.
Berbeda dengan Revolusi Industri 4.0. Penggunaan teknologi hanya sebatas bidang industri, ekonomi saja. Dalam periodisasi Revolusi Industri ini justru mengesampampingkan sisi humanis dari seorang manusia. Kemajuan teknologi justru mengikis keberadaan manusia. Lihatlah dampak revolusi industri di awal kemunculannya. Pergantian tenaga manusia dengan tenaga mesin telah menimbulkan gejolak tersendiri. Teknologi justru yang harus menyesuaikan dengan manusia, bukan sebaliknya.
Bagaimana dengan peradaban? Kebudayaan berbeda dengan peradaban. Kebudayaan yang memiliki nilai tinggi, artinya jika dibandingkan dengan kebudayaan lain yang ada, sudah maju. Dan kemajuan kebudayaan ini tentunya dipengaruhi oleh kemajuan ilmu juga. Peradaban Yunani dengan ilmu filsafatnya, peradaban Romawi dengan ilmu perangnya, peradaban Mesir dengan ilmu arsitekturnya.
Nah, pada akhirnya kita dapat menyimpulkan antara ilmu, etika keilmuan, kebudayaan, dan peradaban terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Manusia menghasilkan kebudayaan yang salah satu unsurnya adalah pengetahuan. Pengetahuan berkembang menjadi sebuah ilmu. Selanjutnya ilmu mendorong kemajuan budaya yang menghasilkan peradaban. Perkembangan ilmu selanjutnya juga akan dipengaruhi oleh kebudayaan setempat dan penggunaannya tentu saja dipengaruhi oleh etika keilmuan, nilai-nilai moral dari ilmuwan dan orang-orang yang menggunakannya.
Setelah sekian lama kuliah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, akhirnya pun saya baru sadar hubungan kata tersebut, Ilmu, Pengetahuan, dan Budaya sekarang.... 16 tahun kemudian 😂
Kalau boleh dikritik, mengikuti kata Pak Dosen.... seharusnya pengetahuan dulu baru ilmu.... kalau dari konteks sejarah pun, pengetahuan dulu yang muncul baru ilmu.... Jadi, apa perlu diganti namanya? Wwwwkkkkk....


Tidak ada komentar:
Posting Komentar