Selasa, 05 November 2019

Ketika Wahyu Menaungi Segalanya


Dalam suatu percakapan, mengulik kalimat antara ilmu pengetahuan dengan agama tidak bisa disatukan. Filsafat sebagai salah satu cabang ilmu, menjadi salah satu yang seakan menentang keberadaan agama dalam setiap pembahasannya, sampai kemudian muncul zona anti Tuhan dalam diskusi-diskusi filsafat.

Saya ingat ketika kecil, sesekali mempertanyakan kenapa ada manusia, kenapa manusia seperti ini, kenapa begini kenapa begitu. Dan jawaban paling sering yang saya dengar dari orangtua saya adalah..... Jangan suka bertanya ciptaan Allah, nanti jadi musyrik. Ciptaan Allah sempurna ga perlu dipertanyakan. Bertahun-tahun menelan jawaban seperti itu ternyata tidak membuat berhenti juga.

Suatu ketika, muncul pertanyaan manakah yang lebih dulu? Manusia praaksara ataukah Nabi Adam as. Dalam majalah anak-anak Bobo, kembali dijawab untuk tidak menyatukan persoalan agama dan ilmu pengetahuan. Saya menyimpan semua pertanyaan dan jawaban itu hingga menjadi guru.

Ketika mengajar sejarah di kelas X, pertanyaan yang sama kembali berulang. Hampir setiap tahun, pertanyaan itu akan muncul dari siswa. Apakah saya memberikan jawaban yang sama? Bahwa tidak boleh menyatukan persoalan agama dengan ilmu pengetahuan? Di awal saya masih mencoba memaklumi jawaban itu, tetapi kemudian muncul perasaan menolak. Jika agama itu sempurna, maka tidak mungkin ada yang tidak bisa dijelaskan oleh agama. Mungkin kita saja yang tidak tahu ataupun kurang memahami karena terkadang kita mempelajari agama di permukaan. Kita tidak menjelajahi tafsir, sunah, dan hadist. 

Dalam satu kesempatan, dijelaskan tentang penyerbukan dalam Alquran, surat Al-Hijr ayat 22, Allah berfirman "Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan)...". Jika satu peristiwa demikian bisa dijelaskan maka pastinya peristiwa yang lainnya pun pasti ada penjelasannya. Maka mulailah pencarian jawaban tentang manusia praaksara dan Nabi Adam as. Hasilnya? Luar biasa....

Dalam Alquran terdapat beberapa surat yang menjelaskan tentang keberadaan manusia praaksara dan Nabi Adam as. Sebutlah dalam surat Al Baqarah ayat 30, As Yusuf ayat 31, Al Imran ayat 47, Al Insan ayat 71-72. Begitu juga tentang permukaan bumi yang bulat telah dijelaskan dalam surat Az Zumar ayat 5, Al Hijr ayat 19, Al Ghasiyah ayat 20, dan A Syam ayat 1-2 tentang pergantian siang malam. Dalam surat Perjanjian Kejadian 1 ayat ke 27 tentang penciptaan manusia dari debu dan tanah serta ayat ke 24 dijelaskan tentang penciptaan bumi yang terbagi dalam 6 masa. Jika demikian banyak ayat dalam kitab suci, masihkah dikatakan agama tidak bisa disatukan dengan ilmu pengetahuan?



Saya berpendapat justru agama adalah payung dari segala ilmu pengetahuan yang ada di dunia, baik ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan sosial. Lebih tegasnya lagi, agama adalah sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini. Tidak ada satupun permasalahan yang tidak dapat dijelaskan oleh agama. Lantas mengapa dikatakan antara agama dan ilmu pengetahuan tidak dapat disatukan?

Salah satu jawabannya adalah KERAGUAN yang muncul dalam diri kita sendiri. Ketika kita mempertanyakan, tetapi kemudian kita meragukan bahwa jawaban itu ada pada agama maka disitulah kesalahan utamanya. Sebaliknya, jika sejak awal kita meyakini agama adalah sumber utama ilmu pengetahuan di dunia maka kita akan dapat menemukan jawaban dari setiap permasalahan yang ada, tentu saja ada yang menggunakan bantuan ilmu pengetahuan tersebut, ada juga yang langsung terjawab dalam kitab suci agama. 

Manusia selalu memiliki rasa ingin tahu tentang segala hal. Naluri alamiah yang kemudian menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan. Semakin tinggi ilmu pengetahuan, tidak menjadikan ilmu pengetahuan itu sebagai dewa. Agama tetap merupakan sumber pengetahuan yang memiliki semua jawaban permasalahan di dunia. Jika kita sulit atau tidak menemukan jawabannya dalam kitab suci, haruslah kita sadari bahasa dalam kitab suci adalah bahasa wahyu yang memiliki keindahan kalimat. Tidak secara eksplisit disebutkan namun ada juga yang langsung terjawab. Jikapun tidak terjawab langsung, bukanlah berarti tidak ada. Karena mempelajari agama haruslah bersifat holistik, menyeluruh. Ada tafsir, hadist, dan sunah yang memperjelas apa yang mungkin tidak dijelaskan secara rinci dalam kitab suci. 

Dengan demikian, kunci utamanya adalah keyakinan dalam diri manusia itu sendiri terhadap agama sebagai sumber segala ilmu pengetahuan di dunia. Keragu-raguan hanya akan membawa manusia masuk ke dalam zona anti Tuhan yang mereka ciptakan sendiri. Dan bukanlah ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al Baqarah ayat 2? Bertakwalah maka tidak akan ada keraguan dan selalu ada petunjuk bagi mereka....


ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ

żālikal-kitābu lā raiba fīh, hudal lil-muttaqīn

Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SaKaSaKu (Satu Kelas Satu Buku), Aksi Nyata Meningkatkan Budaya Literasi Siswa dengan Merdeka Belajar

 Salam Guru Penggerak! Tak terasa modul 3.3 dari Program Pendidikan Guru Penggerak sudah hampir selesai dipelajari. Tersisa dua penugasan la...