Kamis, 26 Agustus 2021

Komitmen Organisasi, Kunci Sukses Meningkatkan Produktivitas Individu dan Organisasi

Beberapa hari lalu, saya mendapat kesempatan mengikuti Pelatihan Pengurus IGI se-Indonesia secara online yang salah satu materinya adalah Organizational Commitment. Saya belajar banyak tentang komitmen organisasi ini, bukan hanya sekadar teori, tetapi juga bagaimana cara mengaplikasikannya dalam kehidupan berorganisasi kita. Di sini saya belajar bahwa komitmen adalah kunci segalanya untuk menuju kesuksesan diri dan organisasi. Banyak di antara kita, mungkin sudah menjalankan berbagai aktivitas tetapi belum memiliki komitmen yang jelas tentang apa yang akan dan ingin dilakukannya sebenarnya. Banyak juga yang mengikuti organisasi tapi belum memiliki komitmen terhadap organisasi tersebut. Inilah yang kadang membuat kita stag, diam di tempat. Tidak ada kemajuan yang diperoleh atau kalaupun ada mungkin hanya kecil saja.

Komitmen organisasi tentu saja berawal dari komitmen pribadi kita. Ketika kita memiliki keinginan, tujuan maka disitulah kita harus komitmen untuk menjadi lebih baik dan mulai merencanakan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mencapai perubahan tersebut. Kita tidak bisa merencanakan dan melaksanakan tanpa komitmen jelas karena pasti di tengah perjalanan akan banyak hambatan dan kita pun menyerah.

Begitu juga dalam berorganisasi, kita masuk dalam suatu organisasi maka kita pun harus membangun komitmen yang jelas. Komitmen organisasi akan mendorong kita untuk menjadi bagian aktif dari organisasi tersebut. Merasakan bahwa kemajuan organisasi adalah tanggung jawabnya dan terdorong untuk ikut memajukannya. Komitmen organisasi akan terlihat dalam pola pikir dan perilaku organisasi kita. 

Dari beragam materi Organizational Commitment hari ini, pada akhirnya dapat merasakan beberapa perubahan positif yang seharusnya bisa saya terapkan, seperti:

1. Belajar membangun komitmen organisasi dalam diri kita dan menjadi bagian dari organisasi secara aktif untuk menjalankan komitmen tersebut.

2. Komitmen organisasi tercermin dalam pola pikir dan perilaku efektif yang harus ditunjukkan dalam berorganisasi

3. Komitmen individu dan komitmen organisasi adalah kunci sukses suatu organisasi dalam mencapai SMART GOALS

4. Jika hari ini saya masih belum berhasil membangun komitmen individu dan komitmen organisasi, maka tetaplah belajar karena semua adalah proses yang akan menghasilkan progres.

Nah, tetaplah bersama pilihan kita untuk maju dan berkembang..... Sharing and Growing Together bersama IGI..... 



 

Rabu, 14 Juli 2021

Menetes Senja


 Hari ini aku masih tetap sama

Terpaku dalam rasa yang sama

Tersedu dalam isak yang sama

Meratapi perasaan yang tak kunjung datang

STUDI WISATA YOGYAKARTA.... FIRST TIME....







Alhamdulillah.... akhirnya berangkat juga rombongan siswa siswi SMAN 10 Kota Bogor kelas XI ke Yogyakarta. Ini adalah kali pertama sekolah mengadakan studi wisata dengan jarak yang cukup jauh. Persiapannya pun sudah dimulai sejak anak-anak di kelas X. Mereka menabung untuk meringankan biaya yang harus dikeluarkan.

Mengadakan acara untuk pertama kali tidaklah mudah. Banyak pro dan kontra yang muncul. Tapi alhamdulillah kekompakan sekolah, bukan hanya panitia menghadapi, mempersiapkan kegiatan ini juga akhirnya membuahkan hasil maksimal.

Maka berangkatlah rombongan pada tanggal 7--10 Januari 2011 lalu.

Kota Yogya memang LUAR BIASA. Sebagai 'orang sejarah', saya mengagumi peninggalan-peninggalan sejarah yang tersebar di kota ini. Bukan hanya di pusat kota, tapi juga di kota-kota sekitarnya.

Kunjungan studi wisata ke museum Sangiran, Keraton Solo, Candi Borobudur rasanya masih kurang buat saya. Sayang, keterbatasan waktu yang membuat tidak mungkin menjelajahi semua peninggalan sejarah yang ada. Ingin rasanya sekali waktu berkunjung ke Yogya kembali dan bebas menjelajahi tempat-tempat itu.

Coba saya tengok, di dalam kota Yogya saja sudah ada beberapa museum, monumen sejarah yang tidak sempat saya kunjungi. Belum di sekitar Yogyakarta....

Heeeemmm.... Maybe someday, bisa kembali ke Kota Yogya tercinta itu ....

 

BELAJAR DI MUSEUM? BISA DONG!

 

Menjadi guru sejarah sebenarnya merupakan cita-cita sejak duduk di bangku SMA dulu. Biarpun sempet nyasar masuk ke UI, tapi toh akhirnya saya juga bisa menjadi apa yang saya inginkan itu. Saya menikmati setiap detik peran guru sejarah yang saya jalani. Apalagi jika melihat anak-anak yang antusias belajar. Biarpun ada juga yang terkantuk-kantu (heeemmmm....)


 Saya ingat, setahun yang lalu, atau munkin sebelumnya dan sampai sekarang pun masih terpikirkan.... betapa enaknya kalo bisa belajar sejarah secara outdoor. Meninjau langsung lokasi-lokasi bersejarah. Pasti akan lebih menarik ketimbang berada di dalam kelas. Sayangnya, terkadang tidak mudah melaksanakan apa yang sudah kita pikirkan, rencanakan itu.

Suatu hari, saya dapat kesempatan membawa anak-anak berkunjung ke Museum Peta di jalan Jend. Soedirman Bogor. Ha ha ha, jujur aja, saya sendiri belum pernah masuk ke museum ini. Pastinya ini tawaran yang tidak mungkin saya tolak. Jadilah hari itu saya berangkat dengan perwakilan siswa siswi menghadiri sebuah acara di Museum Peta.

Heemm, Museum Peta sudah menjadi perhatian saya sejak lama. Saya ingat ketika akan memilih judul skripsi dulu. Sempet terlintas untuk membuat tentang Peta di Kota Bogor, termasuk markasnya yang sekarang sudah menjadi museum ini. Sayangnya sudah ada yang mendahului.

Kembali ke perjalanan menuju Museum Peta bersama anak-anak. Lucunya, sejak berangkat kita belum jelas acara apa yang mau kita hadiri. Sampai di lokasi sekitar pukul 10.00 pagi, sudah ramai dengan siswa siswi sekolah lain dan para tamu undangan. Anak-anak sempet kelelahan karena acara molor sampai berapa lama. Dan akhirnya kami tau juga acara apakah ini.... Yup, acara peringatan hari pahlawan.

Sambil mengikuti acara, saya sempat melihat-lihat kondisi museum. Heemm, lokasinya sangat nyaman. Saya masih bisa merasakan 'bau' masa lampau di bangunannya. Sayangnya, isi museum masih standar saja. Selain foto dan replika persenjataan atau patung.

Saya jadi berandai-andai, coba saya museum ini dibuat lebih menarik, pasti nyaman belajar sejarah di lokasi ini.....

Tapi semuanya memang cuma perandaian saja....

Hanya sekali itu saja saya membawa anak-anak ke Museum Peta. Melihat-lihat koleksi yang ada. Mengikuti diskusi tentang sejarah, hingga kuis, game.

Mimpi itu pun datang lagi. Seandainya saja saya bisa membawa anak-anak keluar kelas untuk belajar sejarah pasti lebih menarik....











SOSIODRAMA? WHY NOT?














Punya segudang rencana tapi sulit melaksanakannya kadang jadi nyesek. Banyaknya tantangan juga kadang bikin hopeles.... Tapi kalo inget anak-anak, yuppp perasaan kalo harus BISA itu muncul lagi

Berawal dari keseharian di sekolah yang merasa monoton, jenuh dengan metode pembelajaran yang itu itu saja. Muncul keinginan untuk membuat suatu perubahan dalam belajar sejarah di sekolah. Persoalannya ternyata tidak semudah itu. Bukan hanya input yg dianggap kurang mampu (oleh orang) tapi juga sarana dan prasarana yang serba terbatas.

Suatu ketika muncul ide untuk belajar sejarah dengan metode sosiodrama. Kalo biasanya hanya sekadar ceramah, diskusi, pengen mencoba yang satu ini. Soo, mulainya surfing internet untuk mencari segala info tentang sosiodrama itu.

Sempet ragu, bahkan nyaris batal karena keterbatasan itu.Tapi anak-anak dengan semangat justru menginginkan sosiodrama coba digunakan. Waktu 2 minggu ternyata cukup memberikan hasil memuaskan buat saya.

Takjub melihat persiapan anak-anak. Bahkan penampilan mereka yang menurut saya LUAR BIASA. Walaupun terpaksa tampil di ruang perpustakaan.....

Ini tahun kedua saya akan menggunakan metode sosiodrama itu. Mestinya bisa lebih matang. Sampai muncul pertanyaan seorang teman "kenapa sejarah ada sosiodrama? Kan gx ada penilaian psikomotorik?". Seorang lagi sambil mesem2 juga berkata yang senada... "sejarah ada drama..."

Apa yang salah dengan sosiodrama sejarah? Saya tidak melakukan penilaian psikomotorik kepada anak. Dan sosiodrama juga bukan teknik penilaian melainkan salah satu metode pengajaran seorang guru pada anaknya. Dalam aplikasinya, kemampuan si anak memahami materi sejarah akan tercermin ketika ia menerjemahkan materi dan mengembangkannya dalam naskah drama. Bahkan, secara tidak langsung... anak pun akan menghapal materi melalui dialog-dialog yang tercipta dalam sosiodrama itu. Bagi mereka yang menyaksikan juga lebih mudah memahami materi ketika melihat temannya memainkannya dalam sosiodrama itu..... Ini adalah satu bentuk metode pengajaran sejarah yang inovatif menurut saya.

Tapi kenapa justru mereka tidak mengerti?

Yaaa sudahlah, bukankah setiap orang berhak mempunyai pendapatnya masing-masing????

Selasa, 23 Maret 2021

Sekali Saja Aku Menangis


 Ijinkan sekali saja aku menangis

Merindu pada cinta-Mu yang tulus

Ketika tersadar betapa naifnya dunia ini

Dan aku berpulang kepada-Mu


Pada Cinta yang Sesungguhnya


 Aku terluka

Ketika berharap pada raga ciptaan-Mu

Berkali dan berkali

Aku berkeluh ketika kecewa datang

Namun tak juga jera

Terus mengulang kebodohan ini

Aku menangis

Pada cinta seseungguhnya yang Kau berikan

Tanpa pamrih tanpa jeda

Hanya aku yang sering kali membuta

Pada manusia yang tak sempurna

Tak adakah yang memahamiku

Ataukah memang aku hamba yang salah

Aku menjerit dalam diam

Berputar di antara linang air mata dan pedih

Peluk aku hamba-Mu

Yang terlalu bodoh menjalani hidup

Namun ijinkan aku terus menghembus nafas

Dan genggam erat hati ini

Pada satu iman yang kupunya

Aku... Pada-Mu yang Kuasa

Jumat, 12 Maret 2021

Dan Aku Merindu


 Dan aku merindu

Ketika Jumat berlalu perlahan

Siang berganti malam

Detik menit berganti jam

Pada setiap senyum yang Kau hadirkan dalam hidup ini

Pada setiap kata yang Kau untai dalam hela nafas ini

Ya aku merindu

Pada cinta sejati-Mu kepada hamba

Setia pada jejak kaki kotor ini

Sayang pada jemari nista ini

Dan aku merindu 

Pada setiap harapan yang kusampaikan pada-Nya

Dan setiap doa yang kupanjatkan untuk-Nya

Aku... pendosa yang mengharapkan kasih-Mu

Rabu, 03 Maret 2021

Bahu Membahu Membangun Gerakan Literasi Sekolah di SMAN 10 Kota Bogor

 Masa pandemi merupakan masa sulit yang harus kita hadapi bersama. Tanpa terasa, kini sudah memasuki tahun kedua kita hidup berdampingan dengan virus Covid-19. Masih terbayang ketika tahun 2020 lalu, berita penyebaran virus Covid-19 yang datang tiba-tiba dan sudah menimbulkan korban jutaan orang dalam waktu singkat. Semua sektor kehidupan terkena dampaknya, tidak terkecuali bidang pendidikan.

Sekolah-sekolah menjadi galau dengan kondisi pandemi. Perubahan sistem pendidikan tatap muka menjadi daring yang tiba-tiba telah memaksa semua aktivis pendidikan untuk beradaptasi dengan teknologi. Guru mau tidak mau harus belajar tentang teknologi dalam kegiatan pembelajarannya, siswa pun harus mampu mengenal beragam media pembelajaran berbasis teknologi. Sekolah mulai memikirkan cara terbaik untuk menjalankan Pendidikan Jarak Jauh yang sesuai dengan situasi dan kondisi warga sekolahnya.
Satu hal yang menjadi catatan adalah bagaimana sekolah mempertahankan kualitasnya pada masa pandemi ini? Tentu saja hal ini sangat bergantung pada kebijakan pimpinan sekolah dan dukungan dari semua warga sekolah. Salah satu contohnya adalah perubahan kebijakan yang dilakukan oleh Kepala SMA Negeri 10 Kota Bogor, Hj. Enung Nuripah, S.Pd., M.Pd. Memahami kondisi pandemi yang luar biasa, beliau mampu mengambil beragam kebijakan strategis untuk mendukung Pembelajaran Jarak Jauh. Mulai dari memperbaiki jaringan internet sekolah, menyediakan ruangan khusus BDR (Belajar di Rumah) untuk para guru, mendorong keikutsertaan para guru dalam pelatihan-pelatihan, hingga dukungannya terhadap siswa siswi mengikuti kegiatan perlombaan. Nah, point terakhir inilah yang perlu mendapat apresiasi dari kita semua. Mengapa demikian?
Siswa siswi kita dalam menghadapi Pembelajaran Jarak Jauh tentu tidak mudah. Mengikuti kegiatan akademis sehari-hari memerlukan tekad dan kerja keras. Tidak semua siswa siswi sudah mampu belajar mandiri dan bertanggung jawab. Masih ada juga yang harus terus kita bantu ingatkan, berikan motivasi untuk terus semangat dan mau belajar. Bagi mereka, tentu mengikuti pembelajaran daring sudah cukup sulit, apalagi jika ditambah harus berpikir lagi mengikuti kegiatan lomba-lomba. Akan tetapi, perasaan enggan seperti itu tentu akan berbeda ketika pihak sekolah, dalam hal ini Kepala Sekolah memberikan perhatian lebih untuk siswa siswinya. Diskusi sederhana dengan mereka yang sedang mengikuti perlombaan dan memberikan penghargaan sebagai bentuk apresiasi kerja keras mereka tentu sangat penting. Inilah yang sudah dilakukan oleh Ibu Hj. Enung Nuripah, S.Pd., M.Pd sebagai kepala SMA Negeri 10 Kota Bogor yang baru dijalani sejak pertengahan Juli 2020 lalu.
WhatsApp Image 2021-03-03 at 1.38.20 PM.jpeg
Penyerahan Piagam Penghargaan dari Kepala SMA Negeri 10 Kota Bogor, Hj. Enung Nuripah, S.Pd., M.Pd kepada Ananda Atria S. Khaer yang telah berhasil menghasilkan karya puisi bertema guru dalam buku Antologi Puisi "Dialog, Tanda Koma, dan Hujan" pada bulan Februari 2021.
Kebijakan Kepala SMA Negeri 10 Kota Bogor, Hj. Enung Nuripah, S.Pd., M.Pd terbukti mampu mendorong motivasi berprestasi di kalangan siswa siswinya. Bentuk perhatian sederhana namun penting secara psikologis bagi mereka dalam berkreasi dan berkarya. Atria S. Khaer, siswi kelas XII IPS 3, sangat produktif dalam menghasilkan karya-karyanya di bidang literasi dan selama itu pula Ibu Hj. Enung Nuripah, S.Pd., M.Pd terus mengikuti perkembangan prestasi dirinya.
Bentuk dukungan Ibu Hj. Enung Nuripah, S.Pd., M.Pd juga ditunjukan dalam partisipasinya membimbing dan memotivasi siswa siswi peserta Tantangan Gerakan Literasi Gareulis Jawa Barat. Mereka diundang untuk berdialog bersama memajukan Gerakan Literasi Sekolah. Tak segan pula, Beliau turut mengikuti kegiatan Tantangan Gerakan Literasi Gareulis Jawa Barat dalam diklat-diklat online, menulis puisi dan pantun. Hal ini menjadi contoh positif bagi peserta Tantangan Gerakan Literasi Gareulis Jawa Barat.
Inilah yang akhirnya mendorong Komunitas Literasi 10 berinisiatif memberikan penghargaan kepada Kepala SMA Negeri 10 Kota Bogor, Hj. Enung Nuripah S.Pd., M.Pd yang telah turut membimbing, memberikan motivasi kepada penggerak literasi di SMA Negeri 10 Kota Bogor untuk terus kreatif dalam menghasilkan karya-karya terbaik. Pemberian penghargaan diwakili oleh Ananda Atria S. Khaer dan diterima langsung oleh Beliau.
WhatsApp Image 2021-03-03 at 1.38.55 PM.jpeg
Pemberian Piagam Penghargaan kepada Kepala SMA Negeri 10 Kota Bogor, Ibu Hj. Enung Nuripah, S.Pd., M.Pd yang telah mendukung Gerakan Literasi Sekolah dan membimbing siswa siswinya untuk terus kreatif berkarya di bidang literasi.
Semoga dengan dukungan, bimbingan, dan kerja sama yang baik, Gerakan Literasi Sekolah di SMA Negeri 10 Kota Bogor dapat semakin baik dan mampu melahirkan pegiat literasi muda serta karya-karya terbaik.



Minggu, 28 Februari 2021

Terhembus Angin


 Aku ingin menjadi angin yang berhembus perlahan di antara debu yang beterbangan

Bertiup kencang di antara deras hujan yang menyapu kerikil

Dan berhenti ketika langit berganti cerah.... pada waktunya nanti

Aku ingin mengingatmu dalam hati yang terluka

Mengenangmu dalam setiap desah nafasku

Dan menyimpanmu dalam relung hati terdalam

Ketika rindu dan sayang berpadu dalam rasa

Cinta semu yang tak pernah terungkap

Pahitnya rasa yang kuteguk perlahan

Membunuh perlahan detak jantungku


Sabtu, 20 Februari 2021

Hanya Rindu


CORETAN HIDUP



Aku mungkin bisa menghapusmu dari semua coretan ini
Membuang semua jejak dirimu tanpa tersisa
Tak menyebutmu lagi dalam setiap perkataanku
Tapi aku tak pernah bisa membuang dirimu begitu saja

Kamu tahu bahwa setiap waktu kamu dapat hadir begitu saja
Masuk dalam setiap relung hati dan celah pikiranku
Sesekali menggoda dengan sisa senyummu
Dan celoteh serta senyum manja

Kamu tahu aku merekam semua dalam ingatan bawah sadarku
Dan aku terus berharap waktu bersahabat denganku
Berlalu tanpa membiarkanku melupakanmu sedetik pun

SEKADAR MIMPI YANG TERBERSIT, UNTUK KALIAN....

Indonesia dilanda pandemi Covid 19 yang sudah memasuki tahun kedua. Kondisi negara tidak dapat dikatakan baik-baik saja. Jumlah kasus yang terus meningkat membuat siapapun dirudung was was. Namun demikian, sebagian sudah menganggap pandemi ini sebagai bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Mengajarkan tentang pentingnya untuk selalu menjaga kebersihan dan kesehatan diri dalam kehidupan sehari. 

Hampir semua bidang kehidupan  atau bahkan mungkin semua sektor terkena dampak pandemi. Kehidupan menurun, bukan hanya dari segi perekonomian, tetapi juga dalam pendidikan.... Dunia yang menjadi keseharian saya sebagai guru. Sistem pendidikan berubah drastis. Kita mau tidak mau dipaksa untuk menjalankan pembelajaran jarak jauh berbasis teknologi informasi internet. Menguasainya dalam sekejap dan tetap harus mampu mengajarkannya kepada siswa siswi di rumah.

Pengalaman saya dalam menghadapi Pembelajaran Jarak Jauh tahap awal pandemi mungkin sama saja dengan guru-guru lain di berbagai daerah Indonesia. Bingung, berusaha mencari aplikasi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi siswa siswi. Yaa, sekolah kami bukan sekolah wah yang perekonomian keluarga siswa siswinya cukup terjamin sehingga tidak ada masalah dengan Pembelajaran Jarak Jauh ini. Beberapa keluarga siswa siswi terkena dampak pandemi, PHK, atau bahkan tak punya perlengkapan untuk belajar daring. Di sisi lain, peran keluarga yang seharusnya berjalan optimal memantau putra putrinya ternyata masih ada kendala. Tidak semua keluarga harmonis, dalam arti orangtua mereka memperhatikan perkembangan putra putrinya yang sedang belajar di rumah dengan baik. Banyak orangtua yang mengaku lelah, bahkan tidak tahu apakah putra putrinya belajar atau tidak, masuk kelas online atau tidak. Sebatas bertanya sudah dianggap cukup. Kesibukan mengejar kebutuhan ekonomi di masa pandemi yang semakin sulit membuat sebagian orangtua tidak dapat berperan maksimal.

Sementara itu, kondisi yang sama pun dialami oleh siswa siswi Indonesia yang mayoritas belum terbiasa dengan Pembelajaran Jarak Jauh ini. Karakter yang belum mandiri menyebabkan siswa siswi merasa blassss dengan pembelajaran online tanpa batas ruang dan waktu. Bangun siang, bebas membuka kelas online bebas mengerjakan tugas dan ulangan tanpa ada lagi yang mengingatkan, menegur langsung seperti halnya ketika mereka belajar tatap muka. Belum lagi bebas berambut gondrong, bebas tanpa pakaian seragam. Menutup kamera saat vicon pembelajaran dan sekalipun dibuka, guru marah sebatas online tanpa bisa langsung memangkas rambut atau menggunting pakaiannya.

Dalam berbagai media, banyak keluhan dilontarkan kepada guru. Mayoritas mengeluhkan guru yang hanya memberikan tugas-tugas saja sehingga siswa siswi kewalahan dan orangtua pun terkena dampaknya. Guru tidak mau mengajar padahal sudah digaji, jadi buat ada bayaran sekolah jika orangtua juga yang harus kerepotan mengajarkan putra putrinya. Sebagai guru, tentu saya merasa sedih, miris mendengar komentar seperti itu. Dalam kenyataannya, kita tetap mencoba berusaha mencari formulasi belajar yang tepat di masa pandemi ini. Tahap awal merupakan masa adaptasi tersulit. Guru benar-benar dipaksa menguasai teknologi untuk pembelajaran. Terbayang bukan dengan guru-guru usia lanjut yang mendekati pensiun, harus mempelajari teknologi masa kini. Saya yang masih terbilang junior pun kesulitan memilih media yang tepat.

Terlepas dari semua problem yang muncul dalam Pembelajaran Jarak Jauh, ada satu hal yang semakin lama semakin mengulik hati dan pikiran saya. Pandemi bukan hanya sekadar mengajarkan tentang kebersihan dan kesehatan, tetapi mengajarkan kita untuk lebih memperbaiki hubungan dalam keluarga. Pembelajaran mandiri atau Self Direct Learning dalam masa pandemi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan sekolah dan keluarga, terutama komunikasi yang terjalin. Dan pandemi menunjukkan betapa mirisnya komunikasi yang terjalin dalam keluarga siswa siswi ini. Bukan hanya siswa siswinya yang menunjukkan karakter, tetapi juga orangtua. 

Saya menemukan orangtua yang nyaris tak peduli dengan pembelajaran anaknya. Bahkan tidak tahu jadwal belajar anaknya. Dan ketika wali kelas menghubungi pun, terkadang tak ada respon. Apapun informasi yang disampaikan dalam grup seakan hanya sekadar dibaca tanpa ada tindak lanjut. Bukan hanya sekali, bahkan berkali merasa gagal sebagai wali kelas di masa pandemi. Tidak mampu menjalin komunikasi yang baik dengan mereka, orangtua dan siswa siswi. Di sisi lain, sebagai orangtua yang memiliki anak remaja, yang juga bersekolah di masa pandemi, mengajarkan diri saya untuk memperbaiki peran saya sebagai orangtua. Apa yang saya rasakan sebagai guru berhadapan dengan orangtua dan siswa di masa pandemi, tidak ingin saya alami pada anak saya. Saya berusaha menjalankan peran orangtua sebaik mungkin membantu anak saya dalam belajar secara online. Memang betul, sulit karena kita bukan guru semua mata pelajaran. Akan tetapi, saya berusaha untuk belajar. 

Awal pandemi.... awal Pembelajaran Jarak Jauh, saya memasang target untuk diri saya sendiri agar mampu mengajarkan anak saya belajar mencari informasi belajar dari internet, searching google. Belajar untuk menggunakan google classroom dengan baik sehingga ke depan anak saya bisa mandiri belajar. Komunikasi setiap waktu untuk pembelajaran dia. Saya harus tahu jadwal, semua tugas-tugasnya, teman-temannya, gurunya. Saya menyempatkan untuk selalu datang ke sekolahnya ketika ada panggilan. Terkadang, anak terlihat cuek tapi mereka memperhatikan kita sebagai orangtua.... Apakah orangtuanya peduli dengan dirinya atau tidak, peduli dengan kegiatannya atau tidak.... Percayalah....

Kerja memang menjadi lebih berat, lelaahhhh.... tapi saya tidak mau kehilangan anak saya dalam pembelajaran ini. Apalagi sebagai guru, ketika kita mengajar anak orang, bagaimana dengan anak kita sendiri.... Dengan beragamnya permasalahan terkait hubungan orangtua dan anak, terutama dalam hal komunikasi menyadarkan saya betapa pentingnya pendidikan usia dini dalam keluarga, terutama pendidikan agama yang kelak akan menjadi fondasi. Beberapa kali saya menemukan orangtua yang mengaku menyerah, susah membangunkan anaknya pagi untuk masuk belajar. Padahal, kita sebagai umat Islam wajib melaksanakan shalat Subuh dan tidur setelah waktu Subuh merupakan salah satu waktu tidur yang dibenci Allah SWT. Ada juga orangtua yang tidak tahu menahu mengenai jadwal belajar anaknya sehingga ketika diberitahu anaknya banyak tidak mengerjakan tugas hanya dapat menjawab '.... kata anak saya ga ada belajar....". Miris, padahal jadwal belajar online tetap sama mulai pukul 07.00 s.d 12.15 setiap harinya. Yang membedakan hanya ada yang menggunakan daring asinkron atau daring sinkron. Melalui e learning atau melalui video conference. 

Hal lain yang membuat saya sedih jika boleh dikatakan lebay adalah kegiatan pembiasaan pagi yang diisi dengan literasi, menyanyikan lagu nasional, dan tadarus. Oleh karena saya sangat menginginkan anak-anak ini dekat dengan nilai-nilai agama yang diharapkan mampu mendorong kesadaran dan tanggung jawabnya maka saya mengutamakan tadarus dan Asmaul Husna di pagi hari itu. Tak lebih dari 15 menit kita menyanyikan Asmaul Husna dan Tadarus bersama namun, hanya segelintir anak yang mengaji dengan jelas suaranya. Selebihnya menutup kamera dan speakernya. Seorang siswa memberitahu bahwa jika kamera dan speaker off maka dapat dipastikan anak tersebut sedang tidur. Yuupppp, sesekali saya mencoba memancing dengan mengabsin langsung dan betul saja.... Tidak ada yang menyahut. Kehadiran mereka dalam room vicon hanyalah sekadar masuk saja, nama terpajang dan dianggap hadir harapannya. Sementara mereka sendiri entah kemana. Ini yang paling menyedihkan buat saya karena mereka sudah menganggap remeh kegiatan keagamaan dari keyakinannya sendiri. Dimana kebanggaan mereka sebagai umat muslim? Akan jadi seperti apakah generasi muda Indonesia tanpa landasan agama yang kuat? Tak ada tiang penyangga keimanan mereka dalam menghadapi pengaruh negatif.


Kekhawatiran pada pandemi yang tak kunjung selesai bukan pada penurunan kualitas pendidikan semata. Akan tetapi, penurunan akhlak generasi muda yang disebut-sebut sebagai generasi muda milenial ini. Kehancuran suatu bangsa ketika keluarga sudah tidak lagi saling memperhatikan, sibuk dengan urusan masing-masing dan generasi muda mengalami kemunduran akhlak. Agama hanya menjadi sekadar tempelan dalam katu tanpa ada kebanggaan nyata menganutnya. Pandemi menjadi tantangan terbesar untuk melepaskan diri dari kondisi seperti ini sekaligus membangun kembali kekuatan keluarga yang harmonis dengan mengedepankan agama sebagai fondasi. Sayangnya, tidak semua orang menyadarinya. Orientasi pada dunia menyita waktu pikiran mereka sehingga intropeksi terhadap permasalahan yang ada tidak terjadi.

Dalam kondisi inilah, melihat pentingnya peran agama dan keluarga menumbuhkan keinginan untuk membangun sekolah berbasis agama. Bahkan saya merasa perlu pendidikan agama ini menjadi hal utama dalam sekolah. Ketika keluarga belum mampu secara maksimal berperan dalam mengajarkan nilai-nilai agama, maka sekolah dapat berkolaborasi mengajarkan nilai-nilai agama tersebut kepada anak. Pentingnya peran guru agama di sekolah-sekolah umum, bukan hanya sekadar menjadi tempelan dalam mata pelajaran saja. Bahkan, semua guru harus mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan itu dalam mata pelajaran yang diampunya. Bagi sekolah berbasis agama, hal ini tentu sudah biasa. Setiap materi dikaitkan dengan agama sehingga menumbuhkan keyakinan dan kebanggaan terhadap agamanya.

Yaaa.... Ini hanya sekadar mimpi.... Bagaimana Indonesia bisa memajukan pendidikannya dengan memperbaiki akhlak setiap generasinya dan dimulai dari diri kita sendiri. Apapun posisi kita, agama adalah pedomannya. keluarga adalah kunci utama membangun generasi muda berakhlak mulia.







SaKaSaKu (Satu Kelas Satu Buku), Aksi Nyata Meningkatkan Budaya Literasi Siswa dengan Merdeka Belajar

 Salam Guru Penggerak! Tak terasa modul 3.3 dari Program Pendidikan Guru Penggerak sudah hampir selesai dipelajari. Tersisa dua penugasan la...